LAMPIRAN I
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 81A TAHUN 2013
TENTANG
IMPLEMENTASI KURIKULUM
PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN
KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN
I.
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri atas
pulau besar dan kecil yang berjumlah sekitar 17.500. Penduduk Indonesia
berdasarkan pada Sensus Penduduk tahun 2010 berjumlah lebih dari 238 juta jiwa.
Keragaman yang menjadi karakteristik dan keunikan Indonesia adalah antara lain
dari segi geografis, potensi sumber daya, ketersediaan sarana dan prasarana,
latar belakang dan kondisi sosial budaya, dan berbagai keragaman lainnya yang
terdapat di setiap daerah. Keragaman tersebut selanjutnya melahirkan pula
tingkatan kebutuhan dan tantangan pengembangan yang berbeda antar daerah dalam
rangka meningkatkan mutu dan mencerdaskan kehidupan masyarakat di setiap
daerah.
Terkait dengan pembangunan pendidikan, masing-masing
daerah memerlukan pendidikan yang sesuai dengan karakteristik daerah. Begitu
pula halnya dengan kurikulum sebagai jantungnya pendidikan perlu dikembangkan
dan diimplementasikan secara kontekstual untuk merespon kebutuhan daerah,
satuan pendidikan, dan peserta didik.
Hal tersebut sesuai dengan ketentuan dalam
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional:
1. Pasal 36 Ayat (2) menyebutkan bahwa
kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip
diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta
didik.
2.
Pasal 36 Ayat (3) menyebutkan bahwa kurikulum disusun sesuai dengan jenjang
pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan
memperhatikan: (a) peningkatan iman dan takwa; (b) peningkatan akhlak mulia;
(c) peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik; (d) keragaman
potensi daerah dan lingkungan; (e) tuntutan pembangunan daerah dan nasional;
(f) tuntutan dunia kerja; (g) perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan
seni; (h) agama; (i) dinamika perkembangan global; dan (j) persatuan nasional
dan nilai-nilai kebangsaan.
3. Pasal
38 Ayat (2) mengatur bahwa kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan
sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan
komite sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau
kantor departemen agama kabupaten/kota untuk pendidikan dasar dan provinsi
untuk pendidikan menengah.
Dari amanat undang undang tersebut
ditegaskan bahwa :
1. Kurikulum dikembangkan
secara berdiversifikasi dengan maksud agar memungkinkan penyesuaian program
pendidikan pada satuan pendidikan dengan kondisi dan kekhasan potensi yang ada
di daerah serta peserta didik; dan
2. Kurikulum dikembangkan dan dilaksanakan di
tingkat satuan pendidikan.
Kurikulum operasional yang dikembangkan dan
dilaksanakan oleh satuan pendidikan diwujudkan dalam bentuk Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP).
II.
TUJUAN PEDOMAN
Pedoman penyusunan dan pengelolaan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan bertujuan untuk.
1. Menjadi acuan operasional
bagi kepala sekolah dan guru dalam menyusun dan mengelola KTSP secara optimal
di satuan pendidikan.
2. Menjadi acuan operasional
bagi dinas pendidikan atau kantor kementerian agama provinsi dan kabupaten/kota
dalam melakukan koordinasi dan supervisi penyusunan dan pengelolaan kurikulum
di setiap satuan pendidikan.
III.
PENGGUNA PEDOMAN
Pedoman ini digunakan dalam rangka penyusunan dan
pengelolaan KTSP oleh:
1. kepala sekolah;
2. guru; dan
3. dinas pendidikan atau
kantor kementerian agama provinsi dan kabupaten/kota.
IV.
DEFINISI OPERASIONAL
Beberapa istilah yang perlu dijelaskan dalam
pedoman ini adalah sebagai berikut:
1. Visi sekolah merupakan
cita-cita bersama pada masa mendatang dari warga sekolah/madrasah, yang
dirumuskan berdasarkan masukan dari seluruh warga sekolah/madrasah.
2. Misi merupakan sesuatu yang
harus diemban atau harus dilaksanakan sebagai penjabaran visi yang telah
ditetapkan dalam kurun waktu tertentu untuk menjadi rujukan bagi penyusunan
program pokok sekolah/madrasah, baik jangka pendek dan menengah maupun jangka
panjang, dengan berdasarkan masukan dari seluruh warga satuan pendidikan.
3. Tujuan pendidikan sekolah
merupakan gambaran tingkat kualitas yang akan dicapai oleh setiap sekolah
dengan mengacu pada karakteristik
dan/atau keunikan setiap satuan pendidikan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
4. Pengembangan diri merupakan
kegiatan yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan
dan mengekspresikan diri melalui berbagai kegiatan ekstrakurikuler.
V.
KOMPONEN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN
A. Visi, Misi, dan Tujuan Pendidikan Satuan
Pendidikan
1. Visi mendeskripsikan cita-cita yang hendak
dicapai oleh satuan pendidikan.
2. Misi mendeskripsikan indikator-indikator yang
harus dilakukan melalui rencana tindakan dalam mewujudkan visi satuan
pendidikan.
3. Tujuan pendidikan mendeskripsikan hal-hal yang
perlu diwujudkan sesuai dengan karakteristik satuan pendidikan.
B. Muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Muatan KTSP terdiri atas muatan kurikulum pada
tingkat nasional, muatan kurikulum pada tingkat daerah, dan muatan kekhasan
satuan pendidikan.
1. Muatan Kurikulum pada Tingkat Nasional
Muatan kurikulum pada tingkat nasional yang dimuat
dalam KTSP adalah sebagaimana yang diatur dalam ketentuan:
a. untuk SD/MI mengacu pada Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 67 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan
Struktur Kurikulum SD/MI;
b. untuk SMP/MTs mengacu pada Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 68 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan
Struktur Kurikulum SMP/MTs;
c. untuk SMA/MA mengacu pada Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 69 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur
Kurikulum SMA/MA;
d. untuk SMK/MAK mengacu pada Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 70 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan
Struktur Kurikulum SMK/MAK;
2. Muatan Kurikulum pada Tingkat Daerah
Muatan kurikulum pada tingkat daerah yang dimuat
dalam KTSP terdiri atas sejumlah bahan kajian dan pelajaran dan/atau mata
pelajaran muatan lokal yang ditentukan oleh daerah yang bersangkutan. Penetapan
muatan lokal didasarkan pada kebutuhan dan kondisi setiap daerah, baik untuk
provinsi maupun kabupaten/kota.
Muatan lokal yang berlaku untuk seluruh wilayah
provinsi ditetapkan dengan peraturan gubernur. Begitu pula halnya apabila
muatan local yang berlaku untuk seluruh wilayah kabupaten/kota ditetapkan
dengan peraturan bupati/walikota.
3. Muatan Kekhasan Satuan Pendidikan
Muatan kekhasan satuan pendidikan berupa bahan
kajian dan pelajaran dan/atau mata pelajaran muatan lokal serta program
kegiatan yang ditentukan oleh satuan pendidikan yang bersangkutan dengan
mempertimbangkan kebutuhan peserta didik.
C. Pengaturan Beban Belajar
1. Beban belajar dalam KTSP diatur dalam bentuk
sistem paket atau sistem kredit semester.
a. Sistem Paket
Beban belajar dengan sistem paket sebagaimana
diatur dalam struktur kurikulum setiap satuan pendidikan merupakan pengaturan
alokasi waktu untuk setiap mata pelajaran yang terdapat pada semester gasal dan
genap dalam satu tahun ajaran. Beban belajar pada sistem paket terdiri atas
pembelajaran tatap muka, penugasan terstruktur, dan kegiatan mandiri.
b. Sistem Kredit Semester
Sistem Kredit Semester (SKS) diberlakukan hanya
untuk SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK. Beban belajar setiap mata pelajaran pada
SKS dinyatakan dalam satuan kredit semester (sks). Beban belajar 1 (satu) sks
terdiri atas 1 (satu) jam pembelajaran tatap muka, 1 (satu) jam penugasan
terstruktur, dan 1 (satu) jam kegiatan mandiri.
2. Beban belajar tatap muka, penugasan
terstruktur, dan kegiatan mandiri.
a. Sistem Paket
Beban belajar penugasan terstruktur dan kegiatan
mandiri pada satuan pendidikan yang menggunakan Sistem Paket yaitu 0%-40% untuk
SD/MI, 0%-50% untuk SMP/MTs, dan 0%-60% untuk SMA/MA/SMK/MAK dari waktu
kegiatan tatap muka mata pelajaran yang bersangkutan. Pemanfaatan alokasi waktu
tersebut mempertimbangkan potensi dan kebutuhan peserta didik dalam mencapai
kompetensi.
b. Sistem Kredit
Beban belajar tatap muka, penugasan terstruktur,
dan kegiatan mandiri pada satuan pendidikan yang menggunakan Sistem Kredit
Semester (SKS) mengikuti aturan sebagai berikut:
1) Satu sks pada SMP/MTs
terdiri atas: 40 menit tatap muka, 20 menit penugasan terstruktur dan kegiatan
mandiri.
2) Satu sks pada
SMA/MA/SMK/MAK terdiri atas: 45 menit tatap muka dan 25 menit penugasan
terstruktur dan kegiatan mandiri.
3. Beban
Belajar Kegiatan Praktik Kerja SMK
Beban belajar kegiatan praktik kerja di SMK diatur
: (i) 2 (dua) jam praktik di sekolah setara dengan 1 (satu) jam tatap muka, dan
(ii) 4 (empat) jam praktik di dunia usaha dan industri setara dengan 2 (dua)
jam tatap muka.
4.
Beban Belajar Tambahan
Satuan pendidikan dapat menambah beban belajar per
minggu sesuai dengan kebutuhan belajar peserta didik. Konsekuensi penambahan
beban belajar pada satuan pendidikan menjadi tanggung jawab satuan pendidikan
yang bersangkutan.
D. Kalender
Pendidikan
Kurikulum satuan pendidikan pada setiap jenis dan
jenjang diselenggarakan dengan mengikuti kalender pendidikan. Kalender
pendidikan adalah pengaturan waktu untuk kegiatan pembelajaran peserta didik
selama satu tahun ajaran yang mencakup permulaan tahun pelajaran, minggu
efektif belajar, waktu pembelajaran efektif, dan hari libur.
1. Permulaan Waktu Pelajaran
Permulaan waktu pelajaran di setiap satuan
pendidikan dimulai pada setiap awal tahun pelajaran.
2. Pengaturan Waktu Belajar Efektif
a. Minggu efektif belajar adalah jumlah minggu
kegiatan pembelajaran di luar waktu libur untuk setiap tahun pelajaran pada
setiap satuan pendidikan.
b. Waktu pembelajaran efektif adalah jumlah jam
pembelajaran setiap minggu yang meliputi jumlah jam pembelajaran untuk seluruh
mata pelajaran termasuk muatan lokal (kurikulum tingkat daerah), ditambah
jumlah jam untuk kegiatan lain yang dianggap penting oleh satuan pendidikan.
3. Pengaturan Waktu Libur
Penetapan waktu libur dilakukan dengan mengacu
pada ketentuan yang berlaku tentang hari libur, baik nasional maupun daerah.
Waktu libur dapat berbentuk jeda tengah semester, jeda antar semester, libur
akhir tahun pelajaran, hari libur keagamaan, hari libur umum termasuk hari-hari
besar nasional, dan hari libur khusus.
Alokasi waktu minggu efektif belajar, waktu libur,
dan kegiatan lainnya tertera pada Tabel berikut ini.
Tabel 1: Alokasi Waktu pada Kalender Pendidikan
NO
|
KEGIATAN
|
ALOKASI WAKTU
|
KETERANGAN
|
1.
|
Minggu efektif belajar
|
Minimum 34 minggu dan
maksimum 38 minggu
|
Digunakan untuk kegiatan
pembelajaran efektif pada setiap satuan pendidikan
|
2.
|
Jeda tengah semester
|
Maksimum 2 minggu
|
Satu minggu setiap semester
|
3.
|
Jeda antar semester
|
Maksimum 2 minggu
|
Antara semester I dan II
|
4.
|
Libur akhir tahun pelajaran
|
Maksimum 3 minggu
|
Digunakan untuk penyiapan
kegiatan dan administrasi akhir dan awal tahun pelajaran
|
5.
|
Hari libur keagamaan
|
2 – 4 minggu
|
Daerah khusus yang memerlukan
libur keagamaan lebih panjang dapat mengaturnya sendiri tanpa mengurangi
jumlah minggu efektif belajar dan waktu pembelajaran efektif
|
6.
|
Hari libur umum/nasional
|
Maksimum 2 minggu
|
Disesuaikan dengan Peraturan
Pemerintah
|
7.
|
Hari libur khusus
|
Maksimum 1 minggu
|
Untuk satuan pendidikan
sesuai dengan ciri kekhususan masing-masing
|
8.
|
Kegiatan khusus
sekolah/madrasah
|
Maksimum 3 minggu
|
Digunakan untuk kegiatan yang
diprogramkan secara khusus oleh sekolah/madrasah tanpa mengurangi jumlah
minggu efektif belajar dan waktu pembelajaran efektif
|
VI.
MEKANISME PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN
A.
Tahapan
Penyusunan
Penyusunan KTSP merupakan bagian dari kegiatan
perencanaan sekolah/madrasah. Kegiatan ini dapat berbentuk rapat kerja dan/atau
lokakarya sekolah/madrasah dan/atau kelompok sekolah/madrasah yang
diselenggarakan sebelum tahun pelajaran baru.
Tahap kegiatan penyusunan KTSP secara garis besar
meliputi: (i) perumusan visi dan misi berdasarkan analisis konteks dengan tetap
mempertimbangkan keunggulan dan kebutuhan nasional dan daerah; penyiapan dan
penyusunan draf; riviu, revisi, dan finalisasi; pemantapan dan penilaian; serta
pengesahan. Langkah yang lebih rinci dari masing-masing kegiatan diatur dan
diselenggarakan oleh tim pengembang kurikulum sekolah.
B. Prinsip-prinsip Penyusunan
Dalam menyusun KTSP perlu memperhatikan
prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Peningkatan Iman, Takwa, dan Akhlak Mulia
Iman,takwa dan akhlak mulia menjadi dasar pembentukan
peserta didik secara utuh. KTSP disusun agar semua mata pelajaran dapat
menunjang peningkatan iman, takwa dan akhlak mulia.
2. Kebutuhan Kompetensi Masa Depan
Kemampuan peserta didik yang diperlukan yaitu
antara lain kemampuan berkomunikasi, berpikir kritis dan kreatif dengan
mempertimbangkan nilai dan moral Pancasila agar menjadi warga negara yang
demokratis dan bertanggungjawab, toleran dalam keberagaman, mampu hidup dalam
masyarakat global, memiliki minat luas dalam kehidupan dan kesiapan untuk
bekerja, kecerdasan sesuai dengan bakat/minatnya, dan peduli terhadap
lingkungan. Kurikulum harus mampu menjawab tantangan ini sehingga perlu
mengembangkan kemampuan-kemampuan ini dalam proses pembelajaran.
3. Peningkatan Potensi, Kecerdasan, dan Minat
sesuai dengan Tingkat Perkembangan dan Kemampuan Peserta Didik
Pendidikan merupakan proses sistematik untuk
meningkatkan martabat manusia secara holistik yang memungkinkan potensi diri
(afektif, kognitif, psikomotor) berkembang secara optimal. Sejalan dengan itu,
kurikulum disusun dengan memperhatikan potensi, tingkat perkembangan, minat, kecerdasan
intelektual, emosional, sosial, spritual, dan kinestetik peserta didik.
4. Keragaman Potensi dan Karakteristik Daerah dan
Lingkungan
Daerah memiliki keragaman potensi, kebutuhan,
tantangan, dan karakteristik lingkungan. Masing-masing daerah memerlukan
pendidikan yang sesuai dengan karakteristik daerah dan pengalaman hidup
sehari-hari. Oleh karena itu, kurikulum perlu memuat keragaman tersebut untuk
menghasilkan lulusan yang relevan dengan kebutuhan pengembangan daerah.
5. Tuntutan Pembangunan Daerah dan Nasional
Dalam era otonomi dan desentralisasi, kurikulum
adalah salah satu media pengikat dan pengembang keutuhan bangsa yang dapat
mendorong partisipasi masyarakat dengan tetap mengedepankan wawasan nasional.
Untuk itu, kurikulum perlu memperhatikan keseimbangan antara kepentingan daerah
dan nasional.
6. Tuntutan Dunia Kerja
Kegiatan pembelajaran harus dapat mendukung tumbuh
kembangnya pribadi peserta didik yang berjiwa kewirausahaan dan mempunyai
kecakapan hidup. Oleh sebab itu, kurikulum perlu memuat kecakapan hidup untuk
membekali peserta didik memasuki dunia kerja. Hal ini sangat penting terutama
bagi satuan pendidikan kejuruan dan peserta didik yang tidak melanjutkan ke
jenjang yang lebih tinggi.
7. Perkembangan Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan
Seni
Pendidikan perlu mengantisipasi dampak global yang
membawa masyarakat berbasis pengetahuan di mana IPTEKS sangat berperan sebagai
penggerak utama perubahan. Pendidikan harus terus menerus melakukan adaptasi
dan penyesuaian perkembangan IPTEKS sehingga tetap relevan dan kontekstual
dengan perubahan. Oleh karena itu,
kurikulum harus dikembangkan secara berkala dan berkesinambungan sejalan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
8. Agama
Kurikulum dikembangkan untuk mendukung peningkatan
iman, taqwa, serta akhlak mulia dan tetap memelihara toleransi dan kerukunan
umat beragama. Oleh karena itu, muatan kurikulum semua matapelajaran ikut
mendukung peningkatan iman, takwa, dan akhlak mulia.
9. Dinamika Perkembangan Global
Kurikulum menciptakan kemandirian, baik pada
individu maupun bangsa, yang sangat penting ketika dunia digerakkan oleh pasar
bebas. Pergaulan antarbangsa yang semakin dekat memerlukan individu yang
mandiri dan mampu bersaing serta mempunyai kemampuan untuk hidup berdampingan
dengan suku dan bangsa lain.
10. Persatuan Nasional dan Nilai-Nilai Kebangsaan
Kurikulum diarahkan untuk membangun karakter dan
wawasan kebangsaan peserta didik yang menjadi landasan penting bagi upaya
memelihara persatuan dan kesatuan bangsa dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Oleh karena itu, kurikulum harus menumbuhkembangkan
wawasan dan sikap kebangsaan serta persatuan nasional untuk memperkuat keutuhan
bangsa dalam wilayah NKRI.
11. Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Setempat
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan
karakteristik sosial budaya masyarakat setempat dan menunjang kelestarian
keragaman budaya. Penghayatan dan apresiasi pada budaya setempat ditumbuhkan
terlebih dahulu sebelum mempelajari budaya dari daerah dan bangsa lain.
12. Kesetaraan Jender
Kurikulum diarahkan kepada pengembangan sikap dan
perilaku yang berkeadilan dengan memperhatikan kesetaraan jender.
13. Karakteristik Satuan Pendidikan
Kurikulum dikembangkan sesuai dengan kondisi dan
ciri khas satuan pendidikan.
C. Mekanisme Pengelolaan
KTSP
dikelola berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut.
1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan,
dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya
Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa
peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut
pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan,
kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan. Memiliki
posisi sentral berarti bahwa kegiatan pembelajaran harus berpusat pada peserta
didik.
2. Beragam dan terpadu
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan
kebutuhan nasional sesuai tujuan pendidikan, keragaman karakteristik peserta
didik, kondisi daerah, jenjang dan jenis pendidikan, serta menghargai dan tidak
diskriminatif terhadap perbedaan agama, suku, budaya, adat istiadat, status
sosial ekonomi, dan jender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib
dan muatan lokal.
3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni
Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa
ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni berkembang secara dinamis. Oleh karena
itu, semangat dan isi kurikulum memberikan pengalaman belajar peserta didik
untuk mengikuti dan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan
seni.
4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan
Pengembangan kurikulum satuan pendidikan dilakukan
dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan
kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia
kerja. Oleh karena itu, pengembangan kurikulum perlu memperhatikan keseimbangan
antara hard skills dan soft skills pada setiap kelas antarmata
pelajaran, dan memperhatikan kesinambungan hard skills dan soft
skills antarkelas.
5. Menyeluruh dan berkesinambungan
Substansi kurikulum mencakup
keseluruhan dimensi kompetensi (sikap, pengetahuan, dan keterampilan), bidang
kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara
berkesinambungan antar jenjang pendidikan.
6. Belajar sepanjang hayat
Kurikulum diarahkan pada proses
pengembangan, pembudayaan, dan pemberdayaan kemampuan peserta didik untuk
belajar sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur
pendidikan formal, nonformal, dan informal dengan memperhatikan kondisi dan
tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia
seutuhnya.
7. Seimbang antara kepentingan
nasional dan kepentingan daerah
Kurikulum dikembangkan dengan
memperhatikan kepentingan nasional dan daerah untuk membangun kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kepentingan nasional dan daerah saling
mengisi dan memberdayakan sejalan dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika dalam
kerangka NKRI.
VII. PIHAK YANG
TERLIBAT
KTSP dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh
setiap kelompok atau satuan pendidikan dan Komite Sekolah/Madrasah di bawah
koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor kementerian agama
kabupaten/kota untuk pendidikan dasar dan dinas pendidikan atau kantor wilayah
kementerian agama provinsi untuk pendidikan menengah.
a.
Tim penyusun
KTSP pada SD, SMP, SMA dan SMK terdiri atas: guru, konselor, dan kepala sekolah
sebagai ketua merangkap anggota. Dalam kegiatan penyusunan KTSP, tim penyusun
melibatkan komite sekolah, nara sumber, dan pihak lain yang terkait. Koordinasi
dan supervisi dilakukan oleh dinas yang bertanggung jawab di bidang pendidikan
tingkat kabupaten/kota untuk SD dan SMP dan dinas yang bertanggung jawab di
bidang pendidikan di tingkat provinsi untuk SMA dan SMK.
b. Tim penyusun KTSP pada MI, MTs, MA dan MAK terdiri atas: guru, konselor,
dan kepala madrasah sebagai ketua merangkap anggota. Dalam kegiatan penyusunan
KTSP, tim penyusun melibatkan komite madrasah, nara sumber, dan pihak lain yang
terkait. Koordinasi dan supervisi dilakukan oleh kementerian yang menangani
urusan pemerintahan di bidang agama.
c. Tim penyusun KTSP pada pendidikan khusus (SDLB,
SMPLB, dan SMALB) terdiri atas: guru, konselor, dan kepala sekolah sebagai
ketua merangkap anggota. Dalam kegiatan penyusunan KTSP, tim penyusun
melibatkan komite sekolah, nara sumber, dan pihak lain yang terkait. Koordinasi
dan supervisi dilakukan oleh dinas provinsi yang bertanggung jawab di bidang
pendidikan.
VIII.
PENUTUP
Demikian Pedoman ini disusun sebagai acuan
operasional dalam penyusunan dan pengelolaan KTSP oleh satuan pendidikan.
Dengan adanya KTSP tersebut, satuan pendidikan dapat mengatur implementasi
Kurikulum 2013 ke dalam tataran teknis secara fleksibel, terutama pada aspek
pembelajaran.
MENTERI PENDIDIKAN DAN
KEBUDAYAAN
REPUBLIK INDONESIA,
MOHAMMAD NUH